Pengertian Manusia dan Kebudayaan
BAB 2
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan
dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna
menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun.
Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian
yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Manusia
Manusia dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis , rohani.4
unsur dalam diri manusia :
1. Jasad : Badan yang tampak, dapat diraba,
dan menempati ruang dan waktu
2. Hayat : Mengandung unsur hidup yang
ditandai dengan gerak
3. Ruh : Daya yang bekerja secara spiritual
dan memahami kebenaran
4. Nafas : Dalam pengertian diri atau
keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri
Secara
Biologi
manusia dikelaskan sebagai Homo sapiens
(Bahasa Latin untuk manusia bijak), sebuah spesies primat dari golongan mamalia
yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka
dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama,
dikaikan dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam
mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan bangsa lain. Dalam
antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.
manusia dibedakan antara laki – laki dan perempuan
Manusia dari segi psikologinya merupakan haiwan yang bersosial. Cara bersosial berbagai-bagai, walaupun tidak disedari oleh kebanyakan manusia, kaedah sosial manusia sangat kompleks dan lebih maju dari pelbagai aspek dari haiwan yang paling terdekat kebijakannya dari manusia.
manusia dibedakan antara laki – laki dan perempuan
Manusia dari segi psikologinya merupakan haiwan yang bersosial. Cara bersosial berbagai-bagai, walaupun tidak disedari oleh kebanyakan manusia, kaedah sosial manusia sangat kompleks dan lebih maju dari pelbagai aspek dari haiwan yang paling terdekat kebijakannya dari manusia.
Secara Kerohanian
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian
dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka. Sering dalam konteks
ini, manusia tersebut dianggap sebagai "orang manusia" terdiri dari
sebuah tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti
lebih daripada tubuh itu sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga sering
dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah letak sebenarnya dari kesadaran
(meski tak ada perdebatan bahwa otak memiliki pengaruh penting terhadap kesadaran).
Keberadaan jiwa manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut
disetujui oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, yang menjadi
perdebatan di antara organisasi agama adalah mengenai benar/tidaknya hewan
memiliki jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya, sementara lainnya percaya
bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya akan
jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan bukanlah individu. Bagian
ini akan merincikan bagaimana manusia diartikan dalam istilah kerohanian, serta
beberapa cara bagaimana definisi ini dicerminkan melalui ritual dan agama.
contoh sistem kerohanian yang dianut oleh manusia
contoh sistem kerohanian yang dianut oleh manusia
1. Animisme
Animisme adalah
kepercayaan bahwa obyek dan gagasan termasuk hewan, perkakas, dan fenomena alam
mempunyai atau merupakan ekspresi roh hidup
2. Mistikme
Barangkali
merupakan praktik kerohanian dan pengalaman, tetapi tidak harus bercampur
dengan theisme atau lembaga agama lain yang ada di berbagai masyarakat. Pada
dasarnya gerakan mistik termasuk Vedanta, Yoga, Buddhisme awal (lihat pula
Kerajaan manusia), tradisi memuja Eleusis, perintah mistik Kristiani dan
pengkhotbah seperti Meister Eckhart, dan keislaman Sufisme. Mereka memusatkan
pada pengalaman tak terlukiskan, dan kesatuan dengan supranatural (lihat
pencerahan, kekekalan). Dalam mistikme monotheis, pengalaman mistik memfokuskan
kesatuan dengan Tuhan.
3. Politheisme
Konsep
dewa sebagai makhluk yang sangat kuat kepandaiannya atau supernatural,
kebanyakan dikhayalkan sebagai anthropomorfik atau zoomorfik, yang ingin
disembah atau ditentramkan oleh manusia dan ada sejak permulaan sejarah, dan
kemungkinan digambarkan pada kesenian Zaman Batu pula. Dalam masa sejarah,
tatacara pengorbanan berevolusi menjadi adat agama berhala dipimpin oleh
kependetaan (misal: agama Vedik, (pemraktekan kependetaan berkelanjutan dalam
Hinduisme, yang namun telah mengembangkan teologi monotheis, seperti
penyembahan berhala theisme monistik, Mesir, Yunani, Romawi dan Jerman)
4. Monotheisme
Gagasan
dari suatu Tuhan tunggal yang menggabungkan dan melampaui semua dewa-dewa kecil
tampak berdiri sendiri dalam beberapa kebudayaan, kemungkinan terwujud pertama
kali dalam bida’ah / klenik Akhenaten (lebih dikenal sebagai Henotheisme, tahap
umum dalam kemunculan Monotheisme). Konsep dari kebaikan dan kejahatan dalam
sebuah pengertian moral timbul sebagai sebuah konsekuensi Tuhan tunggal sebagai
otoritas mutlak.
Manusia Sebagai Satu Kepribadian Mengandung Tiga Unsur
· ID, kepribadian yang primitive dan tidak nampak yang merupakan libido murni
· EGO, kepribadian eksekutif yang peranannya dalam menghubungkan energi ID dalam saluran social yang dapat dimengerti orang lain.
· SUPER EGO, muncul sekitar umur 5 tahun; ID dan EGO berkembang secara internal dalam diri individu; super ego terbentuk dari lingkungan eksternal yang merupakan kesatuan standar-standar moral
Unsur batin manusia ini terdiri dari akal, roh dan nafsu.
Akal kerjanya adalah berpikir, mencari ilmu, mengkaji ilmu, menerima informasi dan pengalaman. Kemudian dari situ dibuatlah berbagai penilaian dan kesimpulan.
Roh mampu merasakan berbagai perasaan, seperti marah, suka takut, sedih, gembira, senang, sayang, cinta, simpati, jijik, dengki, lega dan sebagainya.
Nafsu itu adalah berkeinginan, ada keinginan yang baik , ada pula yang jahat. Namun demikian sifat asal nafsu adalah mengajak kepada kejahatan. Jika nafsu ini tidak dididik, maka nafsu ini akan mengantarkan manusia untuk selalu berbuat kejahatan.
KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang
mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai
berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan
kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o
alat-alat teknologi
o
sistem ekonomi
o
keluarga
o
kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya
o
organisasi ekonomi
o
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan
utama)
o
organisasi kekuatan (politik)
Tujuh Unsur Kebudayaan
1.
Sistem Religi
Kepercayaan
manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran
bahwa ada zat yang lebih dan Maha
Kuasa.
2.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem yang
muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang
paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing
antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
3.
Sistem Pengetahuan
Sistem yang
terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga
memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula.
4.
Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem –
Sistem Ekonomi.
Terlahir karena
manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin
lebih.
5.
Sistem Teknologi dan Peralatan.
Sistem yang
timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru
agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
6.
Bahasa
Sesuatu yang
berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk
mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang
dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
7.
Kesenian
Setelah memenuhi
kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan
psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn dalam Pelly
(1994) mengemukakan bahwa
nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas
yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar
warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah
sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional sistem
nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa
yang ditentukan. Mereka
percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu
mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman
yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang,
malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah
sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai
tersebut merupakan wujud ideal
dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai budaya
suatu masyarakat merupakan
wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah
berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang
dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima
masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja
atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat
hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia
dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda –
beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan
nirwana, dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti
ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu
konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan
wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada
kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan
hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan
tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan
kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi
prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya
yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai
focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan.
Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan
hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap
alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia.
Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk
dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan
keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola
aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak
kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara
bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan
hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan
hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat –
masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical
cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa
atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic
(kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan
mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly
(1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system
hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang.
Tetapi dalam masyarakat yang
mementingkan kemandirian individual,
maka keputusan dibuat dan
diarahkan kepada masing – masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan
pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa
atau variasi antara kedua
pola yang ekstrim
itu yang dapat
disebut sebagai pola transisional
HUBUNGAN MANUSIA DAN BUDAYA
Hubungan manusia dengan budaya
sangatlah erat karena dari kata manusia yang artinya ciptaan Tuhan yang berakal
budi yang sangatlah istimewa dari ciptaan Tuhan yang lainnya. Sedangkan Budaya
itu sendiri adalah ciptaan manusia yang berasal dari tingkah laku serta
lingkungan pada kehidupan manusia itu sendiri sehingga terciptalah kata
kebudayaan yang artinya budaya yang diciptakan oleh akal budi manusia, oleh
sebab itu budaya dan manusia tidak bisa dipisahkan.
Tiap manusia pun bisa tanpa
disadari bisa membuat budaya dirinya sendiri, melalui akal budi mereka sendiri
mereka bisa mempengaruhi orang lain disekitarnya, sehingga dengan seiring waktu
berjalan, orang-orang disekitar dia akan memiliki tingkah laku, sifat dan
kebudayaan yang hampir sama dengan dia.
Budaya manusia itu sendiri
berbeda-beda yang disebabkan oleh banyak faktor seperti daerah, turun-temurun,
tingkat sosial, lingkungan, kemajuan IPTEK dan lain sebagainya. Hal ini
menimbulkan banyaknya tarian, lagu, kebiasaan dan tatanan kehidupan lainnya di
setiap daerah yang berbeda, apalagi seperti di Indonesia yang memiliki banyak
sekali daerah dan bermacam-macam suku. Contoh kebiasaan berbudaya dalam daerah
Manado belum tentu sama dengan kehidupan berbudaya suku Bugis.
Seiring berjalannya waktu,
kebudayaan yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh manusia pun semakin berkembang.
Perbedaan tingkah laku dan etika berbudaya setiap manusia terkadang menimbulkan
konflik dalam kehidupan manusia. Kebanggaan, kesombongan dan egoisme manusia
terhadap kebudayaannya membuat manusia tersebut bersikap radikal yang arti
kasarnya ia melihat bahwa kebudayaan orang lain itu buruk dan kebudayaannya lah
yang terbaik. Berbagai macam konflik kehidupan manusia yang berlatar belakang
budaya seringkali kita temui seperti diskriminasi dan rasisme terhadap suku
tertentu maupun agama tertentu.
Budaya yang berbeda itu
indah, karena kita bisa melihat perbedaan dan bisa mempelajari kebudayaan orang
lain, manusia yang merupakan makhluk sosial tentunya tidak jauh dari yang
namanya bergaul dengan orang lain, bersosialisme dengan orang lain, karena
manusia tidak mungkin hidup sendiri, sehingga setiap manusia harus mempelajari
dan bertoleransi terhadap budaya orang lain.
Semakin banyaknya budaya yang ada
di tengah-tengah manusia, konflik yang terjadi semakin banyak meskipun hanya karena
masalah kecil. Kalau manusia yang memiliki toleransi tinggi, konflik tidak akan
terjadi, karena manusia yang berakal budi baik tentu saja melihat keindahan
dalam perbedaan sehingga kedamaian dan kebersamaan akan tercipta.
SUMBER : http://arissupri.blogspot.com/2013/03/pengertian-manusia-dan-kebudayaan.html